Ijazah Tidak Boleh Ditahan Perusahaan, Simak Aturannya!

Ijazah Tidak Boleh – Praktik menahan ijazah oleh perusahaan masih kerap terjadi di Indonesia, seolah menjadi cara klasik untuk “mengunci” karyawan agar tidak kabur sebelum masa kontrak berakhir. Celakanya, banyak pencari kerja yang akhirnya menyerahkan ijazah asli karena terdesak kebutuhan, merasa tak punya pilihan, dan takut di tolak jika menolak permintaan tersebut. Apalagi jika perusahaan menggertak dengan alasan “sudah SOP”.

Padahal, menahan ijazah secara sepihak bukan sekadar tindakan yang tidak etis, tapi juga bisa di kategorikan sebagai pelanggaran hukum. Ini bukan barter kerja dan ijazah, ini adalah pemerasan terselubung. Tak sedikit karyawan yang akhirnya terjebak dalam perusahaan dengan sistem kerja yang eksploitatif, karena takut ijazahnya tidak di kembalikan. Ini adalah praktik perbudakan modern yang di bungkus dengan dalih profesionalisme.

Aturan Hukum: Tegas dan Mengikat

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sama sekali tidak memberi ruang bagi perusahaan untuk menahan dokumen pribadi milik pekerja, termasuk bonus new member 100. Bahkan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan, di sebutkan secara eksplisit bahwa dokumen pribadi seperti akta kelahiran, ijazah, hingga kartu identitas tidak boleh disita atau di tahan pihak mana pun tanpa dasar hukum yang sah.

Lebih tegas lagi, Kementerian Ketenagakerjaan dalam beberapa surat edaran menegaskan bahwa penahanan ijazah adalah tindakan melawan hukum. Praktik ini bisa di laporkan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, bahkan bisa berujung pada sanksi administratif atau pidana tergantung kasusnya. Tapi sayangnya, tidak banyak pekerja yang tahu atau berani mengambil langkah hukum karena takut intimidasi atau tidak tahu ke mana harus mengadu.

Dalih Perusahaan: Demi Keamanan dan Komitmen? Omong Kosong!

Perusahaan berdalih bahwa penahanan ijazah adalah cara untuk memastikan komitmen kerja, khususnya untuk posisi strategis atau yang sudah di latih khusus. Mereka menganggap ijazah sebagai jaminan agar investasi pelatihan tidak sia-sia. Tapi ini omong kosong! Komitmen kerja harus di bangun lewat kontrak, bukan penyanderaan dokumen pribadi.

Jika perusahaan khawatir akan kerugian, ada mekanisme legal yang sah: surat perjanjian bermaterai, klausul penalti jika kontrak di langgar, atau pelatihan bersyarat. Tapi bukan dengan menahan dokumen pendidikan seseorang yang di peroleh dengan susah payah dan sah secara hukum. Ini bukan pinjaman koperasi yang harus ada agunan. Ini soal hak asasi manusia!

Langkah Jika Ijazah Di tahan: Jangan Diam!

Kalau kamu berada dalam posisi ini, jangan ragu untuk bertindak. Pertama, minta keterangan tertulis atau bukti bahwa ijazah kamu di tahan, lengkap dengan tanda tangan dan stempel slot mahjong. Jika mereka menolak memberikan, catat dan dokumentasikan semuanya. Kedua, laporkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat atau gunakan platform pengaduan online dari Kemnaker.

Ketiga, kamu juga bisa mengadukan ke Komnas HAM jika merasa hak kamu di rampas secara semena-mena. Jangan pernah merasa bahwa melawan ketidakadilan itu sia-sia. Semakin banyak pekerja yang berani bersuara, semakin besar tekanan publik terhadap praktik kotor semacam ini. Jangan biarkan ijazahmu — simbol kerja kerasmu — di sandera atas nama loyalitas palsu.

Pekerja Bukan Budak!

Budaya kerja yang sehat tidak di bangun dengan ancaman atau tekanan. Menahan ijazah hanyalah satu dari sekian banyak bentuk kekerasan struktural dalam dunia kerja. Pekerja bukan budak, dan dokumen pribadi bukan alat tawar-menawar. Kita butuh sistem kerja yang manusiawi, bukan jebakan yang melanggengkan ketimpangan kuasa antara perusahaan dan pekerja.

Kamu punya hak atas pendidikanmu, dan kamu berhak membawa pulang hasil jerih payahmu sendiri. Jangan biarkan siapa pun — termasuk perusahaan — mencuri itu darimu.

Exit mobile version